Malam itu aku bersama rombongan travel ziarah expedia wisata meinggalkan rumah pukul 21.00 malam dan langsung menuju Ramsies Train Station desertai 3 kawanku. Setibanya disana ternyata kami datang paling awal datang, sedang rombongan yang lain belum tampak. Jadwal kereta yang akan kami naiki pukul 23.00, lumayan cukup malam untuk melakukan perjalanan ke Luxor, ya.. apa boleh buat karena kereta ini yang masih tersisisa tempat duduknya sebab yang lebih awal telah habis tiketnya.
Segerombolan cewek berjilbab tampak di kejauhan, eh ternyata itu rombongan tour kami pula. Hiruk pikuk dan lalu-lalang orang dalam stasiun kereta api
Ramsies tampaknya tidak mengenal malam maupun siang, meski waktu telah menunjukkan 22.40 malam ternyata masih ramai dengan kesibukan masing-masing. Kamipun telah bersiap di jalur dimana kereka berhenti yang akan membawa kami ke meneliti lebih jauh tentang sejarah Mesir.
Goyangan dan bunyi khas kereta benar-benar mengingatkanku akan kereta Bangun Karta yang biasa aku naiki dari Jakarta ke Jombang atau sebaliknya. Kesenyapan malam rupanya tidak akan aku rasakan di malam ini karena kebisingan suara roda kereta dan lalu lalang orang lewat. Kami yang masih belum saling akrab antara satu sama lain menjadikan hanya beberapa orang saja yang aku ajak bicara, ya…karena hanya mereka yang dari Indonesia saja yang aku kenal. Tour kali ini bisa dibilang tidak banyak yang ikut, bahkan untuk cowoknya hanya 6 orang, 2 orang warga Thailand dan 4 orang Indonesia itupun yang satu telah berkeluarga. Sedang untuk ceweknnya lumayan banyak, ada 10 orang dan kesemuanya berkwarganegaraan Malaysia sehingga wajar jika dihari pertama kami masih belum bisa saling akrab.
Matahari terlihat telah lama menampakkan cahayanya, “ah ternyata aku tertidur lama” gumamku dalam hati. Kulihat kanan kiriku nampak area persawahan yang sangat luas sekali “aku kira selama ini mesir adalah gurun sahara saja, ternyata luas juga area persawahannya” cakapku pada muslim. Kereta yang terus melaju hingga nampak disebelah kanan kami adalah sungai Nil yang yang membemtang panjang, tampak pula perahu-perahu kecil yang turut mewarnai indahnya sungai Nil.
Pukul 11.00 kami sampai juga di kota Luxor dan langsung menuju hotel Everest yang tidak begitu jauh dengan stasiun kereta api. Dihotelpun kami tak lama, hanya check in dan ganti baju serta sholat Dhuhur. Mandipun kami tidak sempat, tapi kami tetap enjoy.
Dengan menaiki Toyota Coaster kami dihantarkan mengelilingi kota Luxor yang penuh dengan sejarah, dipandu dengan guide yang cantik dan murah senyum sehingga rasa capek kamipun bisa sedikit berkurang.
Di masa Fir’aun, kota Luxor pernah dijadikan sebagai pusat negeri Mesir. Oleh karenanya, kota ini sangat kaya dengan peninggalan-peninggalan bersejarah, seperti kuil-kuil dan lain sebagainya.
Kota Luxor merupakan bagian dari kota Thebes kuno. Mulanya kota ini dikenal dengan nama Wizy-Wany, kemudian orang Yunani menyebutnya dengan nama Thebes. Bahkan seorang penyanyi Yunani (di kala itu) menyebut kota ini dengan nama “seratus pintu” karena banyaknya pilar-pilar yang tersebar di seluruh penjuru kota. Selanjutnya setelah kedatangan Islam, orang-orang Arab menyebut kota tua itu dengan nama Al Aqshar, yang artinya istana-istana.
Kalau pemisahan kota Cairo dengan Giza oleh Sungai Nil, menurut Fir’aun, sebagai pemisahan antara kehidupan dan kematian (Cairo sebagai tempat kehidupan dengan berbagai aspeknya, dan Giza sebagai tempat pemakaman bagi yang sudah meninggal), maka hal seperti itu terjadi pula di Luxor. Kehidupan dan kematian dipisahkan oleh Sungai Nil. Karena itulah di seberang barat (west bank) terdapat kuburan-kuburan lama yang telah berumur ribuan tahun dan ditemukan di berbagai tempat hingga disebut Valley of the Kings. Sedangkan di seberang timur (kota Luxor sekarang) itulah tempat kehidupan hingga sekarang.
Itulah sedikit uraian dari guide kami yang dalam penyampaiannya menggunakan bahasa English British. “wah kalau begini aku harus pasang telinga agar paham sebab guidenya ngomong British” cakapku pada Muslim yang duduk didepanku. Diapun hanya tersenyum, “I pun tak faham, cepat sekali dia cakap” jawabnya padaku.
Yang menjadi tujuan pertama kali ini adalah King of Valley. Untuk memasuki kawasan King of Valley kami dihantarkan oleh kereta diesel karena kendaran bus tidak diperkenankan memasuki area tersebut. Terlihat bukit-bukit besar beserta lorong-lorong yang menuju gua pekuburan para raja Fir’aun sangat banyak sekali. Lukisan pahat khas mesir kuno yang nampak didinding dengan warna-warni yang tersirat menjadikan siapa saja tak mau lepas memandangi disetiap sudut dinding lorong hingga tempat makam fir’aun, lukisan yang menggambarkan sejarah peradaban dari mesir tempoe doelu mewarnai disetiap lorong dan tentunya ada nilai sejarah tersendiri disetiap lukisan. Tapi kami hanya mengunjungi 4 dari 60 makam Fir’aun, itupun kesemuanya dilarang melakukan pemotretan didalam area makam, entah apa sebabnya yang pasti setiap pintu masuk bertuliskan “no photo and video” tapi kami kadang usil, kami masih melakukannya, curi-mencuri pandang kami lakukan dengan petugas keamanan demi terealisasinya sebuah gambar yang menjadikan kenangan dihari nanti.