Sepintas Tentang Al Majlisi dan Kitabnya yang Mendunia
Muhammad Baqir bin Muhammad Taqi bin al-Maqsud Ali al-Majlisi, yang dikenal dengan Allamah Majlisi atau Majlisi ke-2. Ulama yang lahir pada tahun 1037 H atau 1627 M dan wafat pada tahun 1110 H atau 1698 M ini adalah satu dari beberapa ulama, fakih, dan muhaddis tersohor dalam dunia Islam. Ia adalah pemilik kitab hadits Bihār al-Anwār dan ulama Syiah yang memiliki kedudukan dan pengaruh di era Dinasti Shafawiyah. Banyak sekali bidang ilmu yang dikuasainya diantaranya, tafsir, hadis, fikih, ushul, sejarah, ilmu rijal, dirayah, filsafat, logika, tata bahasa, geografi, kedokteran, perbintangan dan kajian tentang hal gaib.
Dia seorang ulama yang sangat terkenal, karena kerjasamanya dengan penguasa dinasti Shafawiyah dan peran politik dan sosialnya yang menonjol di zaman itu. Dia pada masa kesultanan Syah Sulaiman Shafawi menggapai kedudukan dan maqam ” Syaikh al-Islam” dan pada masa Sultan Husain Shafawi menjadi seorang ulama yang memiliki pengaruh.
Majlisi lahir pada tahun 1037 H di kota Esfahan. Kelahirannya bertepatan dengan masa akhir kekuasaan Syah Abbas Shafawi Pertama. Ayahnya Muhammad Taqi Majlisi atau Majlisi Awwal termasuk tokoh terkemuka, mujtahid ternama di masanya dan termasuk salah satu dari murid-murid Syaikh Bahai, Mulla Abdullah Syusytari dan Mirdamad. Ibunya adalah putri Sadruddin Muhammad Asyurai Qummi, termasuk keluarga yang berilmu dan memiliki keutamaan. Dia mempunyai 3 istri yang dari mereka semua mendapatkan keturunan 4 anak laki-laki dan 5 anak perempuan.
Leluhur keluarga Majlisi adalah Hafizh Abu Na’im Esfahani, tergolong ahli hadis (muhadits) dan seorang hafiz. Kakek Muhammad Bagir, Mulla Maqsud juga merupakan seorang penyair, pujangga dan memiliki keutamaan. Nenek dari pihak ayahnya adalah putri Kamaluddin Syaikh Hasan Amili Natanzi Esfahani. Muhadits Nuri memuji saudara-saudara Majlisi, Mirza Azizullah dan Mulla Abdullah. Dan Aminah Beigem adalah saudara perempuan Majlisi yang paling terkenal adalah istri Mulla Shaleh Mazandarani dan dia adalah cendekiawan wanita di masanya.
Allamah Majlisi lebih gemar menulis kumpulan-kumpulan hadis dan diantara buku-bukunya Bihār al-Anwār adalah sekumpulan besar dari hadis-hadis imam-imam Syiah, yang paling terkenal. Bihār al-Anwār; Biharul anwar ( بحارالانوار), adalah diantara kompilasi hadits Syiah terlengkap yang disusun di bawah tinjauan Allamah Majlisi. Kitab tersebut disusun selama lebih dari tiga puluh tahun. Dalam penyusunannya, Allamah Majlisi dibantu tim yang terdiri dari para muridnya. Allamah Majlisi menyusun kitab ini menjadi 25 jilid berdasarkan 25 tema besar (belakangan kitab ini diterbitkan dengan cetakan edisi 110 jilid). Dalam tiap jilidnya terdapat tema-tema yang berhubungan dan terangkum dalam bab yang berbeda. Dalam menulis, Allamah memaparkan ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan tema beserta tafsirnya, kemudian ia mengutip hadis yang menyangkut bab tersebut.
Majlisi berusaha merangkum semua tema dan persoalan di dalam Bihār al-Anwār. Sebagai contoh, kompilasi ini memuat berbagai tema, mulai dari Kitab “al-‘Aql wa al-Jahl”, “Tauhid”, “al-‘Adl”, hingga sejarah nabi-nabi. Jilid 15 hingga 53 dari edisi 110 jilid, khusus membahas tentang sejarah kehidupan dan keutamaan Rasulullah Saw, Sayidah Fatimah az-Zahra Sa, dan para Imam Maksum As.
Bihar al-Anwar adalah kitab yang dibekali dengan bukti sanad yang kebanyakan diambil dari para Imam Maksum, babnya tersusun per tema, dilengkapi dengan banyak penjelasan riwayat, mengandung tinjauan ilmu kalam, sejarah, fikih, tafsir, ahlak, hadits dan bahasa. Hal tersebut menjadikan kitab ini bernilai istimewa bagi peneliti. Sejak disusun, awalnya Bihar al-Anwar banyak disalin dengan tulisan tangan. Dan seiring perkembangan industri percetakan, sebagian maupun keseluruhannya, kitab ini berkali-kali mengalami cetakan ulang.
Bihar al-Anwar mencakup semu keilmuan manusia yang tercermin dari perkataan-perkataan para imam dan memerankan peranan sebuah ensiklopedia Syiah pada masanya. para ulama zaman itu termasuk Allamah Majlisi dengan memandang bahwa semua ilmu memiliki akar Ilahi dan jejek-jejak semua itu dapat ditemukan pada dan dalam ucapan para imam As oleh karena itu menulis sebuah karya semacam ini.
Disebutkan, sekumpulan karya Allamah Majlisi yang berbahasa Arab berjumlah sepuluh judul dan buku Bihar al-Anwar adalah buku yang paling berkapasitas tinggi kira-kira 700 ribu baris dan dalam salah satu cetakannya berjumlah 110 jilid. Allamah Majlisi juga menulis buku-buku yang menjelaskan kumpulan-kumpulan hadis-hadis lama Syiah dan dalam penjelasan itu berbagai pembahasan hukum fikih dan selainnya diulas dan diteliti. Dia menulis sebuah buku yang menjelaskan atas buku al-Kafi dan kemudian buku itu diberi nama Miratul Uqul.
Begitu juga dia menulis buku penjelasan hadis atas buku Tahdzib al-Ahkam karya Syaikh Thusi dan diberi nama Maladz al-Akhbar fi Fahmi Tahdzib al-Akhbar. Karya-karya lainnya Allamah Majlisi adalah sebagai berikut Syarh Chel hadits, al-Fawaid al-Thariqah fi Syarh al-Shahifah dalam menjelaskan Shahifah Sajjadiah, Risalah I’tiqad, Risalah Auzan dan buku al-Wajizah fi al-Rijal.
Majlisi di dalam muqaddimah Bihar al-Anwar menyebutkan motivasinya dalam menulis Bihar al-Anwar: “Faktor yang mendorong penyusunan kitab ini adalah, karena saya sangat antusias mempelajari banyak ilmu. Setelah menghabiskan sebagian umur dalam berbagai ilmu dan pemikiran, dari situ saya mendapat kesimpulan bahwa ilmu itu hanya bisa diraih dari sumber wahyu dan riwayat Ahlul Bait As. Di akhirat nanti hanya ilmu itu yang bermanfaat. Karena itu saya menekuni hadis dan riwayat para Maksumin As.”
Beliau berusaha menggali referensi-referensi yang saat itu sudah mulai terlupakan dan banyak yang lenyap dikarenakan musuh Ahlul Bait As.
Majlisi berkata, “Secara umum dan khusus, sampai sekarang belum ada kitab seperti ini yang ditulis. Belum ada seorang pun yang melakukannya sebelum saya. Semoga kitab ini bisa menjadi rujukan bagi para ulama dan penuntut ilmu, menjadi bahan penelitian bagi siapapun yang bergelut dengan ilmu para Imam Maksum As hingga munculnya Qaim Aali Muhammad Saw (al-Mahdi Af).”
Pada zaman itu Shufiisme dan mistisisme marak dimana-mana, yang menjadi permasalahan bagi Allamah adalah para sufiisme ini meniadakan syariat dan meninggalkan perkataan para Imam maksumin, maka dari karna itu beliau membuat kumpulan hadits ini untuk membenahi pikiran-pikiran yang sudah terkontaminasi. Allamah seperti sebagian para faqih lainnya pada masa itu, ia juga melakukan oposisi dan pengkritikan terhadap metode Sufisme yang ia tuang dalam tulisan-tulisannya dan ia menilai bahwa pemikiran-pemikiran dan tradisi-tradisi mereka bertentangan dengan ajaran-ajaran para imam Syiah. ketidakpatuhan terhadap hukum-hukum agama, pemarakan tradisi-tradisi adat dan ritual non syariat seperti lingkaran dzikir dan pendengaran dan interpretasi yang berorientasi kebatinan dan teks-teks agama ini semua adalah diantara hal-hal yang dikritik langsung oleh Allamah Majlisi dalam tindakan dan pemikiran Shufisme.
Sebagaimana yang ditekankan pada sebagian tulisan-tulisan Allamah Majlisi dan sebagian tulisan beberapa penulis kontemporer, Allamah tidak menentang praktek pelatihan dan penyucian diri jika hal itu dilakukan dengan menjaga aturan, tradisi dan menggabungkan antara yang zahir dan batin dan permasalhan utama dalam pandangannya adalah kepatuhan terhadap hukum-hukum syariat. Oleh karena itu, ia meyakini bahwa sebagian ulama Syiah seperti Syaikh Shafiuddin Ardabili, Sayid Ali bin Thawus, Ibnu Fhad Hilli, Syahid Tsani, Syaikh Bahai dan ayahnya Muhammad Taqi Majlisi adalah para Shufi madzhab Imamiyah dan memuji mereka (dan ia membedakan antara para Shufi Syiah dan para Shufi pengikut Ahlusunnah) dan diapun dalam karya-karyanya telah mulai mengetengahkan penafsiran-penafsiran irfani dari hadis-hadis para imam.
Muhammad Bagir Majlisi meninggal dunia di usianya yang ke 73 (sesuai dengan tanggalan hijriah) pada malam ke-27 bulan suci Ramadhan, tahun 1110 H, di kota Esfahan. Agha Jamal Khansari yang melaksanakan salat jenazah di atasnya. Dia sesuai wasiatnya, ia dikuburkan di serambi Masjid Jami’ Isfahan dan di sisi makam ayahnya. Sebagian orang membuat syair dan puisi demi mengenang hari wafatnya.