Sejarah Singkat Syekh Abdul Qodir Jaelany

Sejarah Singkat Syekh Abdul Qodir Jaelany

Ibnul Imad menyebutkan bahwa nama lengkap Syekh ini adalah Abdul Qadir bin Abi Sholeh bin Janaky Dausat bin Abi Abdillah Abdullah bin Yahya bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah bin Musa Al-Huzy bin Abdullah Al-Himsh bin Al-Hasan Al-Mutsanna bin Hasan Al-Mujtaba bin Ali bin Abi Tholib.

   Ada dua riwayat sehubungan dengan tanggal kelahiran al-Ghauts al A’zham Syekh Abdul Qodir al-Jilani Amoli. Riwayat pertama yaitu bahwa ia lahir pada 1 Ramadhan 470 H. Riwayat kedua menyatakan Ia lahir pada 2 Ramadhan 470 H. Memang sedikit berbeda dalam hari namun riwayat kedua lebih dipercaya oleh ulama. Silsilah Syekh Abdul Qodir bersumber dari Khalifah ke-4 Sayyid Ali al-Murtadha, melalui ayahnya sepanjang 14 generasi dan melaui ibunya sepanjang 12 generasi. Syekh Sayyid Abdurrahman Jami memberikan komentar mengenai asal usul al-Ghauts al-A’zham sebagi berikut: “Ia adalah seorang Sultan yang agung, yang dikenal sebagial-Ghauts al-A’zham. Ia mendapat gelar Sayyid dari silsilah kedua orang tuanya, Hasani dari sang ayah dan Husaini dari sang ibu”. Silsilah Keluarganya adalah Sebagai berikut:

Ayahnya(Hasani)
   Syeh Abdul Qodir bin Abu Shalih bin Abu Abdillah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad Al Akbar bin Dawud bin Musa At-tsani bin Abdullah Tsani bin Musa al-Jaun bin Abdullah Mahdhi bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan Mujtaba bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam

Dari ibunya(Husaini)
   Syeh Abdul Qodir binti Ummul Khair Fathimah binti Abdullah ‘Atha bin Mahmud bin Kamaluddin Isa bin Abi Jamaluddin bin Abdullah Sami’ Az-Zahid bin Abu Ala’uddin bin Ali Ar-Ridho bin Musa al-Kazhim bin Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainal ‘Abidin bin Aba Abdillah al-Husain bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam

 

   Di masa mudanya saat usia 18 tahun ia sudah meninggalkan kota Jilan menuju ke Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Di Baghdad dia belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra’ dan juga Abu Sa’ad al Muharrimi. Dia menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama. Dengan kemampuan itu, Abu Sa’ad al Mukharrimi yang membangun sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan sekolah itu sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir Jailani. Ia mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Beliau bermukim di sana sambil memberikan nasihat kepada orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat setelah mendengar nasihat dia, banyak pula orang yang bersimpati kepada dia kemudian mau datang menimba ilmu di sekolah dia hingga sekolah itu tidak mampu menampung lagi.

Makam-Syekh-Abdul-Qadir-Jaelany

   Al-Jaba’i berkata bahwa Syeikh Abdul Qadir pernah berkata kepadanya, “Tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dengan membawa lilin dan obor hingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa ke luar kota dan ditempatkan di sebuah mushola. Namun, orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat di sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali radhiallahu ‘anhum.

   Dalam beberapa manuskrip didapatkan bahwa Syeikh Abdul Qadir berkata, “Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, “kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang”. Aku pun ke Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka”. “Sesungguhnya” kata suara tersebut, “Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu”. “Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku” tanyaku. “Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu” jawab suara itu.

   Aku pun membuat 70 perjanjian dengan Allah. Di antaranya adalah tidak ada seorang pun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.

   unnamed     untitled     wpid-20151101_113557 
   Beliau Assayid Syeikh Abdul Qodir al Jailani memiliki banyak karya yang beliau buat menjadi kitab-kitab yang pada zaman ini telah menjadi kitab-kitab yang wajib di miliki oleh ‘alim ‘Ulama dan tasawuf (ahli Irfan) karena memiliki makna yang dalam tentang ma’rifatullah, tafsir, fiqih dan ushuluddin.

Beberapa kitab-kitabnya antara lain:

  1. Tafsir Al Jilani
  2. al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
  3. Futuhul Ghaib.
  4. Al-Fath ar-Rabbani
  5. Jala’ al-Khawathir
  6. Sirr al-Asrar
  7. Asror Al Asror
  8. Malfuzhat
  9. Khamsata “Asyara Maktuban
  10. Ar Rasael
  11. Ad Diwaan
  12. Sholawat wal Aurod
  13. Yawaqitul Hikam
  14. Jalaa al khotir
  15. Amrul muhkam
  16. Usul as Sabaa
  17. Mukhtasar ulumuddin

Selain Kitab-kitab yang di atas, masih banyak lagi kitab-kitab beliau yang berisikian manaqib-manaqib atau kumpulan doa, hiriz dan masih banyak lagi.

   Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Syeikh Abdul Qadir menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya pada tahun 561 H.
Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Syeikh Abdul Qadir, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.

makam-syekh-abdul-qadir-jaelany-2

   Assayid syeikh Abdul Qadir Al-Jailani meninggalkan beberapa nasehat menjelang kewafatannya. Akhir hayat beliau didahului dengan kondisi kesehatannya yang terus menurun. Kala itu putra-putranya menghampiri dan mengajukan sejumlah pertanyaan. “Berilah aku wasit wahai ayahku. Apa yang harus aku kerjakan sepeninggal ayah nanti?” tanya putra sulungnya Abdul Wahab.
   “Engkau harus senantiasa bertakwa kepada Allah. Janganlah takut kepada siapapun kecuai kepada Allah. Setiap kebutuhan, mintalah kepadaNya. Jangan berpegang selain kepada tali-Nya. Carilah segalanya dari Allah,” jawab sang ayah yang saat itu tengah menghadapi sakaratul maut.
   “Aku diumpamakan seperti batang tanpa kulit. Menjauhlah kalian dari sisiku sebab yang bersamamu itu hanyalah tubuh lahiriah saja, sementara selain kalian, aku bersama batinku,” sambung Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani.

   Sementara itu, putranya yang lain yang bernama Abdul Aziz terlihat akan bertanya kepada ayahnya, namun belum sempat berucap, Syeikh Abdul Qadir Aljailani langsung menyahut, “Jangan bertanya tentang apapun dan siapapun kepadaku. Aku sedang kembali dalam ilmu Allah.” Tak lama berselang, putranya yang lain yang bernama Abdul Jabar bertanya, “Apakah yang dapat ayahanda rasakan dari tubuh ayahanda?”
Syeikh Abdul Qadir menjawab,
“Seluruh anggota tubuhku terasa sakit, kecuali hatiku. Bagaimana ia dapat sakit, sedangkan ia benar-benar bersama Allah.” 
Kemudian Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani menyambung lagi.”Mintalah tolong kepada Tuhan yang tiada Tuhan selain Dia. Dialah Dzat yang Hidup, tidak akan mati, tidak pernah takut karena kehilangan.”
   Akhirnya kematian pun segera menghampiri Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani. Beliau menghembuskan nafas terakhir di Baghdad setelah maghrib tanggal 9 Rabiul Awal 561 H atau 15 Januari 1166 M. Sang Syeikh meninggal dala usia 89 tahun.

makam-syekh-abdul-qadir-jaelany-3

   Demikian ulasan mengenai sejarah singkat tentang Walinya para wali ini, beliau adalah Assayid syekh Abdul qodir jaelany. Semoga bermanfaat untuk menambah wawasan anda, maaf jika ada salah-salah kata yang kurang berkenan, Wassalamu’alaykum warrahmatullahi wabarrakatuh.

 

 

 

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *